Indonesia saat ini tengah mencari titik
keseimbangan demokrasi. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono telah berhasil
mendaratkan Indonesia ke landasan demokrasi dengan sangat mulus, tanpa ada
goncangan yang berarti. Saat ini, kita semua, setiap warga Indonesia, mempunyai
kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam pemilihan umum. Melalui pemilihan
umum, kita diberi hak untuk menentukan arah dari republik ini. Setiap warga
negara berhak untuk dipilih maupun memilih. Pemilu ini menjadi ruang kelas
pembelajaran yang massif dalam berdemokrasi. Apakah dengan ikut pemilu, tugas
kita sebagai warga negara berhenti dan terpenuhi? Tidak. Setiap dari kita wajib
ikut turun tangan memperbaiki kedadaan republik ini. Apapun bentuknya, apapun
caranya, kita harus ikut ambil bagian dalam proses perbaikan. Jika setiap warga
negara ambil peran dalam mengisi kemerdekaan ini, saya yakin pembangunan dan
perbaikan di Indonesia akan mengalami akselerasi yang luar biasa. Tapi apakah
mungkin itu terjadi, sedangkan dalam pemilu saja, angka golput mencapai XX%?
Kita tidak bisa menggerakkan orang
dengan cara-cara yang dipakai oleh pendahulu-pendahulu kita. Zaman sudah
berubah, karakter berubah, dan komunikasi pun berubah. Di zaman yang serba
cepat, kita tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama seperti membuat
propaganda dengan selebaran, membuat kumpulan massa dengan cara mulut ke mulut.
Dengan teknologi, kita bisa menggerakkan masyarakat untuk ambil bagian dalam
pembangunan bangsa. Bagaimana bisa? Mari kita diskusikan.
Generasi
Digital
Pertumbuhan pelanggan telepon selular di
Indonesia terus meningkat. Di tahun 2007, pengguna telepon genggam diperkirakan
di angka 88 juta, sedangakan di tahun 2014, pengguna telepon genggam diperkirakan
mencapai 275 juta nomor aktif. Penggunaan data juga terus meningkat. Menurut
data yang dirilis oleh Ericsson, penggunaan data meningkat lebih dari 60 persen
setahun terakhir. Apa artinya hal tersebut? Masyarakat kita sudah semakin
terhubung ke dunia digital. Yang paling menarik adalah sebagian dari pengguna
layanan data adalah anak muda. Inilah yang kita sebut dengan Generasi Digital.
Generasi yang tidak bisa lepas dari dunia digital dalam kehidupan sehari-hari.
Konsumsi pulsanya pun sebagian untuk layanan data. Generasi yang mendapat akses
informasi yang sangat cepat dan mampu membagi informasi tersebut dengan sangat
cepat pula.
Generasi digital ini mempunyai beberapa
karakter yang harus kita kenali. Pertama, mereka mempunyai karakter terhubung
satu sama lain. Social media seperti facebook, twitter, path, dan sebagainya
memnuat mereka bisa berkomunikasi satu sama lain. Kedua adalah berbagi.
Kesempatan berbagi dalam berbagai bidang baik pendidikan, politik, lingkungan
semakin terbuka luas dengan bantuan teknologi. Ketiga adalah bangga akan
identitas. Sifat narsis positif ini harus dikembangakan dengan baik sehingga
membuat mereka bisa solid jika kita dapat menemukan identitas yang pas.
Mereka
yang memanfaatkan
Teknologi komunikasi dan informasi yang
berkembang dapat dimanfaatkan oleh sebagian orang atau kelompok untuk
meningkatkan peran aktif masyarakat dalam berkontribusi untuk Indonesia. Kita
mulai dari kisah sukses yang pertama. Ridwan Kamil, wali kota bandung ini mampu
menggerakkan warganya ikut memperbaiki kota Bandung. Penduduk bandung sekitar
2,4 Juta dan pemilik akun facebook dan twitter sekitar 2 juta. Artinya,
sebagian penduduk Bandung terkoneksi. Melalui akun milik pribadinya
(@ridwankamil), Kang Emil mampu menyukseskan beberapa program hanya berbekal
social media. Gerakan pertama adalah Gerakan Sejuta Biopori. Sesuai dengan
karakter generasi digital, gerakan ini dibuat semenarik mungkin. Setiap orang
yang telah membuat biopori danapat mengunggahnya melalui social media. Keinginan
berbagi dan narsisme positif telah menggerakkan masyarakat Bandung. Kesusksesan
Gerakan Sejuta Biopori diteruskan dengan gerakan lain seperti Rebo Nyunda, Gerakan
Pungut Sampah, dan gerakan yang lain. Dari sini terlihat teknologi komunikasi
dan informasi sangat efektif.
Contoh kedua datang dari gerakan politik
yaitu gerakan #turuntangan yang digagas oleh Anies Baswedan. Gerakan ini
bertujuan setiap masyarakat di Indonesia mau untuk terjun di dunia politik,
kemudian berkembang untuk mendukung Anies Baswedan di konvensi Partai Demokrat.
Anak muda ini tidak mempunyai sumber pendanaan yang kuat disbanding kandidat
lain sehingga memanfaatkan alat yang hampir gratis namun efektif, yaitu social
media. Berawal dari tanda pagar #turuntangan di twitter, berlanjut ke web,
video di Youtube, dan social media lainnya, gerakan ini mampu mengumpulkan
27.000 relawan terdata pada akhir periode konvensi. Walau Anies Baswedan gagal
memenangkan konvensi, gerakan ini mampu menggerakkan anak muda yang awalnya
apatis terhadap politik menjadi peduli dalam dunia politik.
Contoh ketiga datang dari dunia sosial. Berangkat
dari semangat gotong royong di desanya, Timmy membuat web portal bernama
KitaBisa. Web portal ini bertujuan mendanai proyek-proyek sosial yang ada di
msyarakat dengan cara crowd funding. Sederhananya, menguhubungkan pemilik dana
dengan pelaksana proyek sosial. Web ini menjadi web crowd funding terbesar di
Indonesia. Sudah banyak proyek yang berhasil didanai oleh web ini. Proyek yang
sedang berjalan dan sangat menarik adalah Bus Donor Darah. Kita diundang untuk
menyumbang pengadaan Bus untuk donor darah. Sebagai rewardnya, foto selfie kita
bisa dipajang di bus tersebut. Besarnya foto tergantung besarnya dan yang kia
donasikan.
Ketiga contoh tersebut rasanya cukup
untuk kita tkidak ragu memanfaatkan teknologi dalam menggerakkan masyarakat
untuk ikut serta dalam perbaikan bangsa ini. Semakin berkembang dan mapannya
infrastruktur komunikasi, diharapkan, semakin besarnya pengaruh teknologi dalam
kehidupan dan bernegara.
Salam Optimis untuk Indonesia.
@Hardian_cahya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar