Bagaimana jika kamu mempunyai mimpi, dan mimpimu terwujud
setelah menunggu sekian tahun? Saat aku mahasiswa, aku pernah membuat daftar
seratus mimpi. Salah satu mimpi yang tertulis di daftar itu adalah “Menjadi
Pengajar Muda”. Sebuah mimpi yang cukup menantang. Tidak hanya seleksinya yang
cukup ketat, memutuskan untuk ikut seleksi saja sudah membutuhkan keberanian
yang cukup besar. Bagaimana mungkin seseorang “mengorbankan” setahun hidupnya
untuk orang lain? Tapi itulah mimpiku.
Waktu berlalu, dan baju toga terpakai dan selembar ijazah di
tangan. Mimpi itu tetap ada, namun keberaniannya yang lenyap. Berdamai dengan
realita adalah alasan klise lenyapnya keberanian itu. Ada satu hal yang aku iri
pada kakakku, keberanian mengambil kesempatan. Kakakku menjadi pengajar muda
pada angkatan ke IV (dan menemukan jodohnya di sana). Dan Aku? Menjadi pengecut
yang berkompromi pada mimpinya sendiri.
Dan sebuah inisiatif muncul turunan dari program Indonesia
Mengajar, yaitu Kelas Inspirasi. Cuti satu hari untuk mengajar di sekolah
terdekat, dan membagi profesinya agar anak-anak mampu utnuk bermimpi lebih
tinggi. Hmmm… Ok, aku mau ikut itu.
Syaratnya? dua tahun menjalani profesi yang akan dibagikan ke anak-anak.
Setelah menyandang sebagai staff Procurement, aku sudah bercita-cita, dua tahun
lagi aku mau menjadi inspirator di Kelas Inspirasi. Ya, aku harus menunggu dua
tahun untuk itu.
Mengapa Kelas Inspirasi? Kita, yang mempunyai seluruh syarat
untuk bermimpi saja masih menggenggam rasa takut untuk bermimpi, apalagi dengan
anak-anak yang mempunyai keterbatasan untuk bermimpi. Mereka tidak mempunyai
bahan bakar yang cukup untuk sekadar menerbangkan mimpinya. Mereka yang melihat
dunia hanya dari internet gratis di sekloahnya. Mereka yang mempuyai pergaulan
yang rasanya sulit untuk dijadikan referensi untuk bermimpi. Mimpi mereka yang
harusnya terbang tinggi, terbatas pada atap-atap rumah mereka. Padahal, di
tangan merekalah negeri ini digenggam saat usia kita terus menua.
Pagi itu, pada tanggal 2 Mei 2016 bertepatan dengan hari
pendidikan nasional mimpi itu terwujud. Bersama dengan 800 lebih inspirator
yang terbagi ke 60 sekolah seluruh Jakarta. 800 warga yang ikut iuran untuk
dunia pendidikan. Teringat kata Mas Anies, “Iuran paling berharga adalah iuran
kehadiran”. Kami hadir sebagai rasa syukur kami dan terima kasih kami untuk
Indonesia. Mimpiku dan rasa syukurku terwujud dari kelas kecil dari sebuah
sekolah terpencil di Jakarta Utara, SDN Semper Barat 05. Dan berikut adalah
beberapa refleksi yang akan aku bagi
Kejadian
apa yang paling seru selama KI?
Bagaimana rasanya jika kamu masuk satu kelas dan keadaan
kelas sudah chaos? Aku mengalaminya di KI. Aku masuk kelas 3 dalam keadaan
kelas sudah rusuh. Detik pertama masuk kelas sudah ada pulpen yang terbang
dengan indah dari belakang menghantam papan tulis. Ada anak yang bertenggak
rupanya. Lima menit kemudian ada anak perempuan yang menangis. Rusuh bertambah
parah. Dalam satu waktu ada tiga pertengkaran yang terjadi parallel. Lesson plan
yang dibuat tinggallah kenangan. Menguasai kelas saja sudah susah minta ampun,
apalagi menjalankan lesson plan. Lupakan lesson plan, dan mulailah improvisasi
dalam mengajar di kelas yang chaos.
Apa
yang tidak terduga selama KI?
Aku tidak pernah menyangka dokumentator kelompokku datang
jauh-jauh dari Solo hanya untuk ikut Kelas Inspirasi Jakarta. Dan aku baru tahu
kemudian, di kelompok lain bahkan ada yang datang dari Papua dan Ambon hanya
untuk datang ke KI Jakarta. Pengorbanan mereka jauh diluar nalarku. Rasanya agak
gila datang dari tempat sejauh itu hanya untu KI. Salut untuk mereka.
Apa
yang paling membahagiakan selama KI?
Pertanyaan refleksi terakhir ini yang membuat perasaan
bercampur aduk. Ikut KI saja sudah membahagiakan. Menunggu selama dua tahun
untuk ikut KI. Dan selama prosesnya, kepingan kebahagiaan muncul. Berinteraksi dengan
anak-anak, mencoba mengungkit keberanian mimpi, dan memberi gambaran bahwa
mimpi mereka itu possible untuk dicapai menjadi runtutan kebahagian berikutnya.
Kebahagiaan terbesar ketika mereka ada yang berkata, “Aku mau belajar agar bisa
meraih cita-citaku”. Mimpi mereka hidup.
Pada akhirnya, Kelas Inspirasi bukanlah tentang mimpiku yang
harus aku tunggu selama dua tahun. Ada yang lebih penting. Ini tentang mimpi
anak-anak SD yang harus dihidupkan. KI adalah pendobrak belenggu mimpi mereka.
KI adalah tentang bahan bakar mimpi mereka, sehingga roket mimpi mereka bisa
menembus atap-atap rumah mereka. KI adalah tentang pengisi pembangunan masa
depan Indonesia. KI adalah tentang masa depan Indonesia.
Kelas Inspirasi juga bercerita tentang penggerak-penggerak
pendidikan. Tidak perlu lagi seminar pendidikan untuk menyadarkan masyarakat
tentang pentingnya pendidikan. Yang dibutuhkan adalah menularkan rasa bahagia
saat terjun langsung dan turun tangan ambil iuran dalam aktifitas pendidikan.
Dan melalui KI, rasa syukur dan terima kasih kepada
guru-guru SD seluruh Indonesia. Sebuah kesabaran untuk mendidik anak-anak
Indonesia. Mengajar satu hari saja sudah kelimpungan, namun guru-guru SD
menghadapinya setiap hari. Kurikulum bisa berganti, teknologi bergerak, ilmu
pengetahuan bergerak. Di tangan guru-guru SD inilah anak-anak Indonesia diajak
berlari mengejar laju teknologi dan ilmu pengetahuan.
Terima kasih anak-anak SD Semper Barat 05, Bapak Ibu guru,
dan seluruh panitia Kelas Inspirasi. Dan terima kasihku untuk guru-guru SDku.
SDN Binangun 01, SDN Mangkujayan I, dan SDN Kepanjen Lor 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar