Niat baik itu benih. Dia membutuhkan tanah yang subur berupa lingkungan baik untuk bertumbuh menjadi dahan, ranting dan buah berupa karya besar. Ia terus tumbuh hingga bisa menjadi lingkungan baik bagi niat-niat baik berikutnya. Begitu pikirku.
Aku dua hari ini datang ke Asean Literary Festifal, sebuah festifal bagi penikmat sastra dan kata. Sejumlah satrawan besar hadir pada diskusi ini. Diskusi begitu produktif, provokatif dan inspiratif. Puisi dan sastra biasanya dianggap nerd dan aneh, di tempat ini begitu dirayakan. Semua apresiatif terhadap karya yang yang ada. Aku seperti menemukan tanah di mana aku bisa tumbuh.
Puisi, rasanya sudah lama aku tidak menysun kata-kata lagi. Mungkin sibuk kantor, TEDx, Kelas Inspirasi menjadi pledoi paling mudah ketika aku ditanya mengapa. Namun jika argumentasiku itu di jegal, aku masih punya satu. Aku tak menemukan tanah yang subur untuk niat baik. Sudah lama aku tidak mendengar bahasa indah nan berima, kata-kata dengan selipan makna, prosa cantik dengan karakter tajam. Itu membuat rasanya otak jadi tumpul dan hati jadi dingin. Butuh kesegaran baru. Mungkin aku penikmat kata yang masih abal-abal. Diterpa angin sibuk sedikit saja, aku menghilang. Butuh tanah yang kuat sebelum aku tumbuh kuat dan menjadi lingkungan untuk ide baru.
Di ALF 2017 ini aku serasa pulang. Kembali ke pangkuan kata-kata nan penuh makna. Kembali bercumbu dengan rima dan sajak-sajak. Kembali ke pangkuan cerita. Apakah ini pulang sesaat, ataukah aku tetap bisa tumbuh? Entahlah. Mungkin terlalu cengeng jika aku berharap tanah yang bagus untuk tumbuh. Semoga aku bisa menciptakan tanah yang subur untuk bibit-bibit niat baikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar