Setelah karya ke 10 berjudul Sirkus Pohon, pada penghujung Maret 2019, Pak Cik Andrea meluncurkan karya ke 11 berjudul Orang-Orang Biasa. Emmm… Sebelum berlanjut, mungkin tulisan ini mengandung spoiler. Jadi, bagi yang ingin membaca bukunya, sebaiknya melawatkan dulu tulisan ini.
Andrea Hirata telah memotret orang-orang yang selama ini terpinggirkan di kehidupan masyarakat. Orang-orang yang tak pernah berpengaruh terhadap denyut nadi kehidupan suatu masyarakat. Ada tidaknya mereka, tidak akan merusak perekonomian negara ini. Dengan kisah kriminalitas, Pak Cik Andrea mencoba memaparkan sudut pandang orang-orang ini terhadap dunia. Sudut pandang bagaimana seorang yang bodoh memandang pendidikan, bagaimana seorang yang miskin memandang kekayaan, bagimana sudut pandang orang yang lemah memandang perkelahian dan kekerasan. Dengan kata lain, sebenarnya kriminalitas bukanlah inti dari novel ini. Kriminalitas dijadikan alat untuk memaparkan pandangan ini. Namun, saya mengacungi jempol bagian kriminalitas ini. Ya mungkin Anda tidak menemukan kisah seseru detektif Conan atau Sherlock Holmes, namun bagian ini mampu menipu saya pada bagian akhirnya.
Ada satu hal yang langsung menarik perhatian saya. Pak Cik Andrea tak mengikutsertakan kisah percintaan yang rumit dan mendayu-dayu seperti di novel-novel sebelumnya. Tidak ada kisah macam Ikal dan A Ling, atau kisah-kisah romantik lainnya. Tapi untuk bagian komedi, Pak Cik Andrea tidak melewatkannya. Dihadirkan dengan bahasa khas melayu, Pak Cik Andrea menghadirkan lelucon lugu dan cukup membuat tertawa terpingkal. Ya, lelucon lugu ini yang menurut saya sangat menjadi ciri khas Pak Cik Andrea. Untuk bagian alur dan timelines,Andrea menuangkan kembali alur campur aduk khasnya. Melompat-lompat tanpa membuat Anda kesulitan dalam memahaminya.
Untuk Anda yang penggemar karya Pak Cik Andrea Hirata, Anda pantas untuk membacanya. Novel ini cukup membuat Anda terpingkal sekaligus merenungi bahwa orang yang Anda anggap pecundang pun bisa berbuat sesuatu yang heroik. Good Job Pak Cik Andrea Hirata.
Salam Hangat
Hardian Cahya Wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar