Ada alasan di balik setiap kejadian. Entah itu kejadian yang menyenangkan, untung, sial, sedih, kehilangan, maupun tragedy. Begitu pula dengan kejadian bunuh diri. Pelaku bunuh diri pasti mempunyai alasan untuk melakukan bunuh diri. Kadang disampaikan melalui orang sekitar melalui surat yang ditinggalkan, kadang juga tidak. Alasan yang tidak disampaikan ini yang membuat orang dekat pelaku menjadi sedih dan penasaran.
Alasan Miwako Sumida melakukan bunuh diri ini yang dituliskan oleh Clarissa Goenawan ke dalam novel berjudul The Perfect World of Miwako Sumida. Ketidaktahuan alasan Miwako melakukan bunuh diri ini menimbulkan kesedihan bagi Ryusei Yanagi, Chie Ohno, dan Fumi Yanagi. Clarissa membuka kartu alasan Miwako bunuh diri melalui mata ketiga orang terdekat Miwako tersebut.
Ryusei adalah teman pria yang bertemu Miwako saat dia sudah kuliah. Bertemu pada sebuah pertemuan perjodohan kecil-kecilan. Pertemuan mereka berlanjut pada perbincangan tentang buku dan sebagainya. Pada bab pertama diceritakan tentang kebingungan Ryusei tentang Miwako yang menghilang dan berujung ke berita bunuh diri
Bagian kedua menceritakan sudut pandang Chie, teman Miwako saat SMA. Dari sudut pandang Chie inilah Clarissa membuka lebih banyak alasan mengapa Miwako bunuh diri. Tidak semua hal diketahui Chie, tapi pembaca mulai digiring, atau bahkan “dijebak” untuk memperkirakan alasan Miwako bunuh diri.
Dan bagian terakhir adalah sudut pandang Fumi. Fumi ini adalah kakak perempuan dari Ryusei. Fumi mempunyai kemampuan melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain. Dalam bagian inilah, alasan Miwako dibuka habis-habisan.
Satu kata yang menggambarkan novel ini adalah rapi. Penulisan yang sangat rapi, penyusunan kartu cerita yang rapi, dan pembukaan kartu cerita yang juga sangat rapi. Pembaca dibawa terus ke dalam suasana penasaran dengan membuka kartu cerita secara perlahan. Tidak terlalu lambat, tidak terlalu cepat. Walaupun di akhir saya merasa Clarissa menumpuk terlalu banyak kartu di belakang. Dengan penyusunan kartu ini, pembaca tidak akan merasa bosan, yang pada akhirnya membuat pembaca bertahan hingga akhir
Bahasa yang digunakan juga cukup simple. Saya membaca yang versi Bahasa Inggris walaupun sudah terbit dalam versi Bahasa Indonesia. Dengan keterbatasan kemampuan Bahasa inggris saya, saya bisa mengikuti jalan cerita dengan nyaman. Tidak terlalu menggunakan istilah yang aneh-aneh. Cukup ringan lah untuk Anda yang mungkin belajar membaca novel Bahasa inggris.
Penggambaran karakter di novel ini cukup bagus, walaupun tidak terlalu kuat. Motivasi setiap tokoh dituliskan dengan rapi. Tidak terlalu lebay untuk setiap tokohnya.
Premis novel ini adalah terangkum dalam satu kalimat pada halaman 272 (versi ebook) yaitu pada kalimat,"I shouldn't have pretended everything was perfect." Mempunyai kemampuan
untuk mengakui tragedi dan hidup kita tidaklah mulus mungkin tidaklah mudah, karena setiap tragedi pasti membekas di diri setiap pelakunya. Berbohong terhadap diri sendiri dan orang lain juga bukanlah hal yang bagus karena menutup kemungkinan baik dan pertolongan.
Dan hal yang membekas di kepala
saya adalah, perasaan kita mengenal orang yang kita anggap dekat sangat bisa
menjebak kita. Ternyata kita tidak mengenal orang seutuhnya orang-orang yang
kita anggap dekat. Novel ini menampar saya dengan menyisakan pertanyaan, “Seberapa
yakin Anda mengenal orang di sekitar Anda?”.
Yang mungkin saya kurang suka di novel ini adalah suasana Jepang terkesan tempelan di awal-awal novel. Saya kurang mendapat alasan mengapa ini harus dilatarbelakangi oleh latar belakang Jepang. Pada bagian akhirlah mulai terkuak alasannya, walaupun menurut saya masih terlalu tipis.
Secara kesuluruhan, saya suka akan novel ini. Walau bertema alasan orang bunuh diri, namun suasana yang dibangun tidak terlalu gelap. Cukup ringan untuk dibaca menemani Anda di akhir pekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar