Anda bisa membayangkan perasaan
seseorang yang menanti ketidakpastian akan keselamatan jiwa raganya, dan
menyaksikan satu per satu kawan baik Anda menghilang dan tak pernah kembali? Apakah
Anda dapat membanyangkan menjadi buronan dan karena itu harus berpisah dengan
orang-orang yang Anda kasihi? Atau Anda diposisi orang yang ditinggalkan anggota
keluarga karena dia harus berjuang untuk nilai yang dia yakini benar?
Menyedihkan, gelap, dan meninggalkan luka batin yang dalam. Perasaan inilah
yang coba ditangkap oleh Leila S Chudori melalui sebuah novel.
Sama seperti novel yang lain
berjudul Pulang, Leila S Chudori menuturkan sebuah tragedi dengan sangat apik.
Kali ini melalui novel yang berjudul Laut Bercerita, Leila menceritakan kisah tragedy
penculikan aktivis 98 oleh apparat yang berujung penghilangan paksa. Tragedi
itu telah menghilangkan 13 aktivis yang belum ditemukan sampai sekarang. Bahkan
jejak tragedy itu masih ada. Setiap hari kamis, orang tua para aktivis yang hilang
masih menuntut kejelasan keberadaan anak-anak mereka. Itulah yang disebut
dengan aksi Kamisan.
Novel ini mengisahkan seorang mahasiswa
bernama Biru Laut yang bergabung ke dalam organisasi politik yang menentang kediktaktoran
penguasa saat itu. Perjuangan, pengejaran, dan penyiksaan yang dialami Biru Laut
dan kawan-kawannya menjadi inti dari kisah novel ini.
Dimulai dari ketertarikan hal
yang sama dengan seorang wanita bernama Kinanti, yaitu ketertarikan dengan
karya-karya Pram dan karya sastra tentang perjuangan rakyat. Oleh Kinanti, Laut
diajak bergabung dengan organisasinya. Di situlah dia mulai berkenalan dengan sahabat-sahabat
lain, termasuk wanita yang dia cintai, Anjani. Organiasasi ini dianggap membuat
gerah penguasa, dan pada akhirnya organiasi ini dinyatakan terlarang, dan
seluruh aktivisnya diburu
Banyak hal yang saya suka dari novel
ini. Pertama adalah alurnya. Alurnya dibuat maju mundur. Alur ini membuat
pembaca tidak terlalu jenuh dalam mengikuti ceritanya. Hampir sama seperti novel
Pulang, Leila dengan sangat rapi memenggal alur cerita. Walaupun alur maju
mundur, pembaca tidak akan kebingungan dalam Menyusun kepingan peristiwa dalam
pikiran.
Kedua adalah suasana yang dipelihara
dalam novel ini. Walaupun ada kisah romansa, tapi suasana gelap, sedih, dan
hitam mampu dirawat sepanjang cerita. Suasana ini dirawat melalui deskripsi
ruang, perasaan tokoh, dan dialog antar tokoh.
Ketiga adalah sudut pandang. Ini
hal yang tidak saya sangka sama sekali sebelumnya. Saya berpikir bahwa
sepanjang novel akan menceritakan dari sudut pandang Biru Laut, ternyata tidak.
Pada pertengahan, mulai diceritakan melalui sudut pandang Asmara Jati, adik
dari Biru Laut. Dengan sangat jeniusnya, Leila ingin menceritakan bahwa sebuah tragedi
itu tidak hanya berpengaruh kepada orang yang mengalami tragedy tersebut, tapi
juga sangat memukul orang-orang di sekitarnya. Bahkan sebuah tragedi akan
membekas cukup panjang setelah tragedi itu terjadi.
Hal yang saya kurang suka adalah karakter
di sekitar tokoh utama kurang kuat. Mungkin karena tokoh sekitar yang sangat
banyak, sehingga akan terlalu panjang dalam penjelasan tokohnya. Walapun seiring
berjalanannya waktu, karakter tokoh-tokoh itu dikuatkan dalam respon tokoh terhadap
suatu kejadian.
Jika Anda ingin mengetahui
perasaan yang dialami seseorang dan orang sekitar dalam sebuah tragedi, novel ini
wajib Anda baca. Novel terbaik saya kira yang mengisahkan peristiwa di kurun
waktu 1998. Angkat topi cukup tinggi untuk Leila S Chudori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar