Sebelum saya
meng-uninstall twitter di telepon pintar, saya masih sempat membaca bahasan terbaru
yang ada di twitter. Kala itu masih ramai bahasan tentang sifat buruk mantan
pacar yang dibeberkan oleh seorang perempuan. Ternyata, “korban” dari sang
lelaki ini cukup banyak. Beberapa perempuan yang mengaku sebagai korban turut
membeberkan perlakuan buruk si lelaki. Retweet dan like yang massif membuat
berita ini cukup cepat menyebar. Kejadian ini saya baca di twitter berulang
kali, dengan subjek dan bentuk perilaku yang berbeda-beda.
Saya tidak akan
membahas tentang perilaku si pria atau wanita itu, karena saya percaya bahwa
cerita itu akan berpengaruh dari siapa yang bercerita. Fakta, data dan kejadian
yang sebenarnya harus dibuktikan dan divalidasi sebelum kita mengeluarkan
pendapat. Ada pihak lain yang juga punya hak jawab untuk menyangggah atau
membenarkan dari berita satu sisi tadi. Kita, sebagai pembaca yang sebenarnya
tidak ada urusan apa-apa, selayaknya berhati-hati dalam menanggapi. Ada
kehormatan sesorang yang dipertaruhkan ketika kita meretweet, like atau sekadar
percaya bahwa berita itu benar adanya.
Cerita tentang
mantan memang jarang yang indah. Lebih sering terdengar sifat sumbang ketika
seseorang bercerita tentang mantan pasangan. Kita akan dengan lancar mendengar
sifat buruk ketika seseorang ditanyai, “Bagaimana sih mantan pasangan kamu?”.
Dan memang sudah jamak diketahui bahwa sifat buruk memang lebih nikmat untuk
dibicarakan di tongkrongan dibanding kebaikan-kebaikan yang ada.
Seseorang yang bersamaan
menyaksikan kejadian yang sama saja, bisa bercerita tentang hal yang berbeda.
Ini dua orang yang punya dua kepala berbeda, dengan kepentingan yang berbeda,
pastiakan menghasilkan cerita yang berbeda. Cerita akan dipengaruhi kondisi
psikologis, pengalaman hidup, dan nilai yang dianut. Tentu saja fakta akan jadi
sangat kabur jika seseorang cerita tentang mantan.
Saya tidak mengatakan
bahwa dia berbohong dan perasaan yang dialami tidak valid. Tentu tidak. Sangat
mungkin ceritanya benar, dan perasaannya valid. Ada kepingan cerita yang masih
belum kita temukan ketika hak jawab itu tidak kita dapat.
Jika ada
seseorang yang bercerita tentang pasangannya, dan kebanyakan memang cerita
buruk, saya mungkin akan dengarkan dengan seksama sebagai teman curhat. Apakah
saya akan percaya? Tidak. Pertama, itu bukan urusan saya, jadi tidak ada
gunanya juga saya memvalidasi kebenarannya. Kedua, orang yang cerita tentang
mantannya tidak butuh juga kita percaya karena yang dibutuhkan hanyalah temang
yang mendengar. Ketiga, adalah sepanjang pasangannya tidak ada di depan saya, masih
ada kepingan kisah yang hilang, yang terlalu dini untuk dijadikan asumsi.
***
Topik ke 24 yang ditulis di awal maret. Sudah sangat terlambat Saudara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar