Hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan.Federich von Schiller
Setelah perang
berkecamuk dan pada akhirnya selesai, diketahuilah siapa pemenang dan siapa
pihak yang kalah. Sewajarnya pemenang akan bersuka cita, dan kalah akan kecewa.
Namun begitulah hidup.
Saya bukan
orang yang gemar menipiskan kenyataan. Ketika kalah, akui saja kalah. Tidak
perlu dibelokkan menjadi kemenangan yang tertunda. Hadapi kenyataan bahwa kita
kalah. Menghibur hati dengan membuat istilah baru tidak akan mengubah
kenyataan. Menipiskan kenyataan hanya berujung menyalahkan pihak luar untuk
kekalahan kita atau setidaknya menutup kemungkinan kita untuk mengevaluasi
diri.
Kalah bukan
berarti menyerah. Hadapi, evaluasi, dan berjuang lagi. Itu yang harus dilakuan.
Hadapi dan akui bahwa kita kalah. Lakukan evaluasi apakah strategi yang digunakan
sudah bagus. Berlagalah lagi di medan pertempuran dengan logistik baru. Menjadi
berat ketika kita akan mempertaruhkan sesuatu lagi. Waktu, tenaga, dan biaya
untuk itu. Tidak semua orang akan rela mempertaruhkan sesuatu lagi setelah
kekalahan.
Hidup itu
seperti mendorong batu di atas tanjakan. Berhenti berjuang akan mendorong kamu
ke bawah. Batu itu memang berat, tapi harus tetap didorong sambal kita menguatkan
bahu-bahu kita. Beristirahatlah, karena lelah itu wajar. Beristirahatlah untuk
meletakkan punggung di sandaran. Di saat beristirahat, mungkin kamu akan menyadari
bahwa pemandangan sekitar itu sangat indah. Kamu akan menyadari bahwa bunga
cantik, kicauan burung, dan cahaya matahari sore yang hangat ada di sekitarmu
dan tidak kamu sadari karena kamu sibuk berperang. Mengisi tenaga, dan menyusun
rencana baru. Setelah itu berperanglah lagi. Dorong batu itu lagi.
Ini adalah Note
to My Self yang saya buat setelah saya mengalami kekalahan yang besar. Saya
memang kalah, tapi tidak menyerah.
***
Tema ke 25,
kekalahan ditulis setelah kekalahan
Photo by Stijn Swinnen on Unsplash
Tidak ada komentar:
Posting Komentar