Ketika momen terlalu manis untuk dilupakan dan melekat di sebuah benda, membuat kita mempunyai perasaan yang berbeda mengenai benda tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, sudut pandang orang-orang akan berubah dan menjadi berbeda-beda, meskipun itu orang di dekat kita. Tidak jarang hal ini akan menjadi konflik di kemudian hari.
Hal ini yang aku
tangkap dari novella tulisan Teddy Kusuma dan Maesy Ang berjudul Semasa. Novel
ini memantikku untuk berpikir lebih dalam tentang momen manis. Aku menuanggkannya
ke dalam sebuah tulisan. Kamu bisa membacanya di sini.
Novel ini
menceritakan sebuah keluarga pada umumnya di Indonesia yang mempunyai sebuah
rumah peristirahatan di luar kota. Rumah ini mempunya banyak kenangan bagi
keluarga ini, terutama Bapak dan Bibi Sari. Bapak dan Bibi Sari ini membuat
rumah tersebut di atas tanah warisan orang tua mereka.
Di kemudian
hari, keduanya mempunya keluarga masing-masing. Bibi Sari menikah dengan pria
berkebangsaan Yunani, dan mempunyai putri Bernama Sachi. Sedangkan Bapak menikah
dan mempunyai anak bernama Coro. Ibu dari Coro meninggal saat Coro sedang
kuliah.
Semua anggota
keluarga mempunyai kenangan manis akan rumah itu. Mereka berkumpul dan mengunjunginya
tiap akhir pekan. Banyak kisah dan petualangan yang membekas di tiap pribadi
penghuninya mengenai rumah itu. Sebagaimana keluarga normal, tidak berarti
mereka bebas konflik. Kadang pertengkaran menghampiri mereka, terutama antara Sachi
dan Coro. Namun dengan itu semua, rumah itu sangat berharga untuk mereka.
Seiring
berjalannya waktu, isi kepala dan pengalaman hidup masing-masing anggotanya
berbeda-beda. Kebutuhan tiap orang pun menjadi berubah. Karena itu ada, suatu
titik mereka harus melepaskan rumah itu. Hari itu, mereka mengunjungi rumah itu
untuk terakhir kalinya. Dalam kunjungan itulah segudang dialog terjadi. Tentang
masa lalu, kisah seru, kasih sayang, hingga kemarahan yang terpendam.
Apa saja
konflik dan bagaimana akhir dari perjalanan keluarga dan rumah itu? Kamu harus membacanya
sendiri di novel ini.
Hal yang aku
suka dari novel ini adalah kekuatan dan kemudahan narasi yang digunakan. Novel
ini tidak terlalu panjang, namun cukup kuat untuk menarik pembaca ikut dalam ceritanya.
Kamu akan memahami sudut pandang dan suasana batin setiap tokoh. Menurutku
tidak ada bagian cerita yang “mubazir” yang ada dalam novella ini. Kamu akan
sangat jarang mengerutkan dahi untuk memahami. Semua dituliskan dengan kadar
yang tepat.
Konfliknya pun
tidak mengada-ngada. Cukup dekat untuk kamu rasakan sebagai anggota keluarga. Konflik
yang sangat mungkin terjadi di setiap keluarga. Bahkan konflik pribadinya pun
sangat dekat dengan kehidupan kita.
Akhir yang
sangat bisa diprediksi dan minimnya twist adalah hal yang aku catat sebagai
kekurangan dalam novella ini. Bahkan di ¾ bagian novella, kamu sudah tahu ini
akan mengarah ke penyelesaian seperti apa.
Jika aku
merangkum ke dalam satu kata, novella ini akan aku deskripsikan sebagai “hangat”.
Kehangatan sebuah keluarga yang mencakup kasih sayang, pengertian, pengorbanan,
konflik, hingga berujung dengan keikhlasan. Saya rasa kamu bisa menyelesaikan
novel ini dalam sekali atau dua kali duduk. Sangat layak untuk kamu baca di
akhir pekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar