Entah dimulai kapan saya mulai menyenangi membaca koran. Satu hal yang saya ingat pasti adalah, mulai kelas dua SMP, saya rebutan dulu-duluan dengan Pak Satpam untuk membaca koran di perpustakaan sekolah. Saat saya datang di pagi hari, saya meletakkan tas di kelas dan langsung meluncur ke perpustakaan. Pustakawan bahkan belum membuka dan menata koran pagi kiriman pengantar koran.
Koran apa yang
saya baca? Jawa Pos. Setahu saya, koran besutan Pak Dahlan Iskan itu merupakan
koran dengan oplah terbesar di Jawa Timur. Selain headline di halaman depan,
ada beberapa rubrik yang suka saya baca, yaitu tulisan kolom Pak Dahlan Iskan,
Deteksi, dan ekonomi bisnis. Di jawa timur, ada satu koran yang cukup terkenal
yaitu Surya. Mungkin karena harganya murah. Saya tidak pernah membaca koran
itu.
Berlanjut ke
SMA, saya tidak ke perpustakaan lagi. Saat itu perpustakaan di SMA saya gelap,
pengap, dan tidak nyaman. Akhinya saya membaca koran saat pulang ke rumah. Ayah
memang langganan Jawa Pos. Kali ini competitor rebutan saya adalah kakak saya,
tapi sering kali dia membaca rubrik olahraga terlebih dahulu. Rubrik yang tidak
pernah saya sentuh.
Berlanjut ke
kuliah, saya tetap membaca koran. Saya rela memangkas budget sarapan saya untuk
membeli koran. Kalau sedang awal bulan, saya membaca Kompas. Harganya 3.500
rupiah. Jika akhir bulan, saya membeli Koran Tempo dengan harga 1,000 rupiah.
Biasa saya baca saat jeda perkuliahan atau saat menunggu sarapan favorit saya
kala itu, nasi kuning, disiapkan oleh penjualnya.
Era Dotcom
Meledak
Saya mungkin
orang yang terlambat membaca berita di laman daring. Saat kuliah saya masih
sempat dan nyaman membaca koran cetak. Tidak ada kebutuhan untuk membuka portal
berita elektronik. Hanya sesekali saja. Saat saya mulai bekerja di Jakarta,
saya menilai koran cetak tidak praktis lagi. Alasan klasik, saya harus bekerja
pagi hingga petang. Mulai saat itu saya mulai mengkonsumsi portal berita
daring.
Kelebihan dari
portal berita daring adalah kecepatan. Tidak perlu menunggu ke percetakan dan
distribusi untuk sampai ke masyarakat. Hanya dalam hitungan detik, semua bisa
tersebar. Keunggulan kedua adalah gratis. Bisnis modelnya tidak sama dengan
koran cetak. Pemasukan dari oplah koran tidak ada lagi. Masyarakat dapat
menikmati berita tersebut secara gratis. Portal berita mendapatkan pemasukan
dari iklan yang terpasang pada laman berita tersebut.
Di balik
keunggulan itu semua, ada dua hal yang paling menjengkelkan saya. Pertama
adalah kualitas dan keakuratan berita. Dengan tuntutan kecepatan, wartawan
kurang waktu untuk mendalami fakta-fakta yang ada. Saya paham ada namanya
validasi berjenjang. Portal berita akan melempar berita ke masyarakat berdasar
temuan awal. Seriring berjalannya waktu, wartawan menemukan fakta-fakta yang lebih
lengkap dan komplit, sehingga berita yang benar-benar valid adanya di ujung.
Kedua adalah
iklan. Saya sudah tidak ingat kapan terakhir kali membuka detikdotcom karena
jengah dengan banyaknya iklan yang terpampang. Iklan merupakan pemasukan utama
dari portal berita, sehingga pasti mereka mengundang produk untuk beriklan di
portal mereka sebanyak-banyaknya. Bahkan ada fenomena klik bait yang diduga
untuk mendongkrak traffic yang ujung-ujungnya ke perolehan pendapatan iklan.
Portal
Berita Daring Berbayar
Sekarang
perusahaan portal berita daring ramai meluncurkan model bisnis berbaru yaitu
langganan berbayar. Dengan adanya langganan berbayar, saya mengharapkan
kualitas konten berita akan lebih baik karena portal berita tidak kejar setoran
iklan. Tidak muncul lagi berita klik bait ataupun berita yang terburu-buru
sehingga validitasnya masih tanda tanya. Dengan adanya layanan berbayar ini,
portal berita gratis tidak serta merta menghilang. Mereka masih mempertahankan
portal berita gratis dengan bisnis model yang lama
Saya pertama
kali langganan portal berita adalah Tempo. Saya mengincar Koran Tempo dan
Majalah Tempo. Sesuai yang saya uraikan di atas, saya tidak nyaman membaca
berita daring yang realtime. Ada ketidakpercayaan tentang validitas beritanya.
Membaca Koran Tempo ini seperti kembali saat kuliah, bedanya ini benda
elektronik. Berita tentang suatu topik diulas lebih tajam dan lebih lengkap.
Kalau kita berbicara Majalah Tempo, lebih dalam lagi keakuratan investigasinya.
Langganan kedua
adalah Gramedia Digital. Kamu tidak hanya mendapatkan koran dan majalah secara
lengkap, tapi kamu bisa membaca seluruh konten digital di Gramedia, termasuk
semua eBooknya. Untuk ini memang best deal menurut saya.
Langganan
ketiga adalah Kumparan+. Ini sebenarnya isinya bukan konten berita, namun lebih
banyak kolom dan opini. Kekuatan dari Kumparan+ terletak pada kontributornya.
Penulis konten di sini bukanlah orang main-main. Hampir semua expert atau
senior di bidangnya. Ada Seno Gumira Aji, Dea Anugrah, Zainal Arifin Mochtar
dan expert lainnya. Kamu akan mendapatkan sudut pandang dari orang yang
kredibel.
Pengalaman saya
berlangganan di ketiga portal ini sejauh ini sangat memuaskan. Saya bisa
mendapatkan konten yang saya bisa percaya dan saya bisa jadikan referensi. Tata
bahasa yang digunakan pun lebih enak dibaca dibanding portal berita gratisan.
Untuk harga,
saya berpendapat biaya yang saya keluarkan sudah layak. Worth it kalau kata
orang. Jika kamu berlangganan satu portal berita saja, itu jauh lebih murah dibanding
dengan membeli koran cetak di jaman dulu. Ada beberapa orang yang enngan
membayar dengan alasan sudah terbiasa dengan berita gratis. Ada juga yang
berkeberatan karena memang langganan berita berbayar tidak untuk semua level
pendapatan.
Harapan Portal
Berita Mendatang
Jika kualitas
berita berbayar sudah semakin baik, maka konten berita berkualitas semakin
melimpah. Kita bisa mendapatkan tentang topik apapun dengan mudah. Lalu, apa
selanjutnya? Dengan melimpahnya konten berkualitas ini akan menimbulkan satu
ruang perbaikan lagi yaitu kurasi.
Kurasi, atau pemilihan konten, sering dianggap
remeh. Dengan melimpahnya informasi, ada orang yang berpendapat kurasi
merupakan kegiatan yang mudah dilakukan. Menurut saya, justru melimpahnya
informasi itu perlu kemampuan pemilahan informasi agar orang-orang dapat
menikmati konten yang sesuai dengan dia.
Jika kita
mengandalkan alogoritma, maka ada resiko orang-orang akan terkungkung ke bubble
kebenaran yang dia yakini karena portal berita hanya mengumpan berita yang
sesuai dengan kesukaan dia. Nah, di sinilah konsep kurasi yang saya bayangkan
akan dibutuhkan di masa mendatang. Kebutuhan perimbangan informasi untuk semua
orang yang akan mengurangi bubble kebenaran masing-masing orang.
Saya semakin
senang dengan muculnya langganan porta berita ini. Semoga industri media
semakin sehat dan masyarakat makin mudah mendapatkan konten berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar