Selamat Tahun Baru 2022 untuk semuanya. Syukur Alhamdulillah sudah sekian lama Jakarta bertahan di PPKM level 1, yang mempunyai pertanda bahwa wabah ini mulai terkendali. Ya, terkendali, belum usai. Masih ada varian baru yang mengancam. Paa ahli belum mengetahui benar bagaimana varian baru ini bekerja dan seberapa bahaya dibanding dengan varian-varian sebelumnya.
Sebagaimana bulan
januari tahun lalu, saya mulai kembali #30HariBercerita. Kita mulai saja dulu.
Kalau pun berhenti di tengah jalan, ya ga papa. Seperti tahun kemarin juga,
karena saya malas untuk mencari topik, saya menggunakan kata kunci yang dipakai
komunitas thepodcaster Indonesia saat mereka menyusun tantangan 31HariBersuara
yang mereka laksanakan di bulan desember.
Untuk 30HariBercerita
ini, saya mencoba menghubungkan kata kunci yang ada dengan Jakarta. Provinsi
yang kuhuni selama 8 tahun terakhir. Hubunganku dengan Jakarta ini sangat
berwarna. Semua rasa pernah ada. Harap, marah, lelah, pesimis, senang, bahkan
cinta. 30 tulisan saya persembahkan untuk Jakarta. Lebih sulit tentu saja
karena pengetahuanku tentang Jakarta juga masih terbatas walaupun saya sudah
sewindu di Jakarta.
Saya ingin bercerita
tentang penyebutan-penyebutan layanan dan infrastukutur di Jakarta. Semenjak
Pak Anies menjabat sebagai gubernur, beliau selalu mengusahakan pemberian nama
layanan dan infrastruktur di Jakarta dengan sebutan dan istilah menggunakan
bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, kepanjangan dari singkatan asing pun diubah
menjadi bahasa Indonesia.
Ini bukan
pertama kali Pak Anies mengutamakan bahasa Indonesia sebagai pilihan utama dalam
pemberian istilah. Saya mendengar beberapa istilah dipopulerkan bahasa Indonesia
atau bahasa daerah untuk penyebutan sesuatu saat beliau menjabat sebagai menteri.
Saya pertama kali mendengar istilah smong sebagai pengganti kata tsunami saat
beliau menjadi pembicara di salah satu acara blogger. Smong adalah istilah dari
Aceh untuk menyebut gelombang laut yang besar setelah gempa bumi atau yang kita
sering menyebutnya sebagai tsunami.
Apakah ini hal
yang baru? Tidak. Entah di umur berapa saya mengetahui kepanjangan asli dari
ATM adalah Automatic Teller Machine. Saya mengenal ATM dari kecil sebagai
Anjungan Tunai Mandiri. Berarti pengindonesiaan istilah asing sudah dilakukan
sejak dulu.
Apa saja layanan
dan infrastruktur di DKI yang memakai istilah bahasa Indonesia?
MRT
Mass Rapid Transportation.
Begitu istilah yang jamak dipakai. Pemprov DKI melalui PT MRT Jakarta memilih
istilah Moda Raya Terpadu. Kalau disingkat tetap MRT. Bukan sekedar
menerjemahkan bahasa Inggris, namun ada upaya memberi makna baru dalam istilah
tersebut. Terpadu atau integrasi merupakan jargon utama layanan transportasi umum
di era Pak Anies.
JakLingko
Saat masa
kampanye, pasangan Anies-Sandi tidak menyebut integrasi transportasi ini sebagai
JakLingko. OkOtrip adalah istilah yang dipakai saat itu. Saat peluncuran
program ini, dipilih nama resmi yaitu JakLingko. Lingko adalah system persawahan
yang ada di Kabupaten Manggarai, provinsi Nusa Tenggara Timur. Lingko adalah system
persawahan yang berbentuk seperti jaring laba-laba. Filosofi ini yang coba
dipakai dan ditularkan menjadi prinsip terintegrasinya antar layanan
transportasi.
Apakah ini penggunaan
bahasa Indonesia ini sudah konsisten? Belum. Masih banyak infrastruktur yang lahir
di era Pak Anies, tapi menggunakan istilah asing. Pelican Crossing, Sky View
Deck, dan Penamaan Jakarta International Stadium merupakan contoh penggunaan
istilah asing dalam penamaan layanan dan infrastruktur.
Seberapa
penting? Penting menurut saya pribadi. Ini bukan masalah kebanggaan penggunaan
bahasa dari negeri sendiri. Pertama, dengan penyebutan istilah dengan bahasa Indonesia
atau bahasa daerah, kita juga melestarikan kekayaan bahasa yang dimiliki Indonesia.
Kedua, mendekatkan konteks lokal ke masyarakat. Penggunaan Anjungan Tunai
Mandiri sebagai kepanjangan ATM berfungsi memberi gambaran ke masyarakat tentang
cara kerja mesin tersebut.
Bagian 1: Panggilan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar