Saat itu saya masih SMA ketika saya menyaksikan film National Treasure 2. Di salah satu adegan, Benjamin Gate sedang mencari buku presiden di The Library of Congress. Tergambar sebuah perpustakaan yang sangat besar, rapi dan syahdu. Entah kenapa saya memilih kata syahdu untuk perpustakaan. Ada dua hal yang terlintas di benak saya. Pertama, suatu saat saya ingin mengunjunginya. Kedua, saya membayangkan Indonesia punya perpustakaan yang mirip dengan itu.
Perkenalan pertama
saya dengan perpustakaan milik pemerintah tentu saja Perpustakaan Kota Blitar,
tempat saya dulu tinggal. Kemudian di Kota Blitar terbangun perpustakaan yang jauh
lebih bagus yaitu Perpustakaan Bung Karno yang terletak di kompleks makam Bung
Karno yang menjadi satu bangunan dengan Museum Bung Karno. Saya sering
mengunjungi perpustakaan ini setelah jam sekolah. Setelah saya kuliah, saya
tidak pernah lagi berinteraksi dengan perpustakaan milik pemerintah. Saya lebih
memilih membaca buku di perpustakaan kampus.
Pada tahun
2017, Pak Jokowi meresmikan gedung baru perpustakaan milik pemerintah dengan nama
resmi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Gedung ini terletak di Jalan
Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Terletak antara Lemhanas dengan Balai Kota
Jakarta. Gedung dengan tinggi 27 lantai ini disebut dengan gedung perpustakaan
tertinggi di dunia. Itu pertama kali saya tahu bahwa Indonesia punya perpustakaan
nasional.
Walau sudah
lama diresmikan, saya baru mengunjungi perpustakaan ini minggu ini. Selama ini
saya hanya tahu bagaimana bentuk dalamnya dari unggahan teman-teman di media sosial.
Menarik sepertinya untuk dikunjungi.
Untuk
mengunjungi, kamu perlu mendaftar dulu keanggotaan di laman website milik
perpusnas agar kamu tidak perlu mengantri saat di sana. Kedua, kamu harus
meminjam kunci loker untuk meletakkan tas dan barang-barang yang kamu bawa di
lantai dasar. Pengunjung dilarang membawa tas milik pribadi ke atas. Kamu
diberi tas pengganti kalau kamu ingin membawa buku atau laptop ke atas.
Ketiga, jika
masih ada kuota, kamu bisa mencetak kartu anggota di lantai dua. Ada kuota
cetak kartu 300 kartu per hari. Jika kamu tidak kebagian, tenang, kamu masih
bisa naik ke atas untuk membaca buku atau beraktifitas di perpusnas. Keempat,
jika kamu ingin pulang, jangan lupa untuk mengembalikan kunci loker ke petugas
lantai dasar.
Setelah kunjungan
ke perpusnas, ada beberapa kesan yang ingin saya bagi. Untuk hal positif pertama
dari perpusnas ini adalah bersih, mewah dan terang. Jauh dari kesan perpustakaan
milik daerah yang kebanyakan tua, berdebu, dan sering kali gelap. Ini seperti
layaknya gedung perkantoran modern.
Kedua adalah
nyaman. Nyaman untuk membaca, mengerjakan tugas, bahkan nyaman untuk bengong.
Dengan ademnya AC di sini dan tenangnya suasana di dalam, sangat cocok untuk
kamu yang ingin mendapatkan ketenangan untuk membaca hingga bengong. Di
beberapa lantai ada yang ramai, namun tidak ribut karena semua orang mengetahui
adab selama berada di perpustakaan.
Ketiga adalah
akses yang mudah. Lokasinya yang berada di jantung kota Jakarta sangat mudah
untuk diakses dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Jika menggunakan
Transjakarta, kamu bisa menggunakan jalur 1A dan turun di halte Balai Kota.
Di samping
kelebihan di atas, tentu saja ada yang perlu perbaikan. Pertama, kalau sedang
ramai, lift yang ada tidak mampu menampung kebutuhan lalu lintas orang yang ada
di dalam. Saya terpaksa menggunakan tangga darurat jika sedang ramai. Kedua
tentang masih ditutupnya beberapa fasilitas, sehingga tidak bisa digunakan untuk
pengunjung. Ketiga adalah koleksi. Saya belum tahu apakah koleksi di perpusnas
ini lebih lengkap dibanding perpustakaan nasional negara lain. Saya berharap
perpusnas tidak lagi membanggakan “perpustakaan tertinggi”, namun suatu saat
bisa membanggakan “perpustakaan terlengkap”.
Secara
keseluruhan, perpustakaan ini sangat nyaman. Ini adalah ruang aman untuk kamu
yang suka membaca buku dan mengerjakan tugas dengan gratis. Ini adalah ruang
ketiga untuk penduduk Jakarta dan penduduk Indonesia secara keseluruhan. Kamu
bisa menggunakan fasilitas dan berinteraksi satu sama lain tanpa membedakan kelas
sosial. Bahkan, perpustakaan ini adalah ruang aman untuk kamu yang tidak suka
membaca buku. Kamu bisa menikmati pemandangan sekitar monas dengan adem dari
ketinggian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar