Saya mengingat lagi kapan saya pertama kali berkenalan dengan Jakarta. Tahun 2010 akhir tepatnya saya menginjakkan kaki pertama kali ke kota yang sebelumnya cuma bisa saya lihat melalui televisi. Tidak pernah terbayangkan seorang anak yang besar di pelosok desa di Jawa Timur bisa menginjakkan kaki di Jakarta. Kala itu saya cuma sebentar di Jakarta. Ada sebuah acara di stasiun televisi di daerah Kebon Jeruk.
Kesan pertama
adalah panas. Saat itu saya hidup di Bandung. Walaupun hidup di Dayeuh Kolot
yang juga panas dan berdebu, saya tidak membayangkan Jakarta sepanas itu.
Selama menaiki transportasi umum, beberapa kali saya terjebak macet. Ruwet sepertinya.
Di jam pulang kerja, saya melihat pekerja di Jakarta yang menunjukkan wajah
lelah. Jakarta menjadi kota yang tidak saya idamkan untuk saya tinggal dan
bekerja.
Melompat di tahun
2014, akhirnya saya diterima kerja di Jakarta. Pada tanggal 1 Januari 2014,
saya resmi menjadi penduduk Jakarta (walau KTP masih Jatim). Saya mulai
berkenalan lebih intens dengan Jakarta. Tidak semua menyenangkan, namun tidak
semua mengerikan. Jakarta itu seperti sahabat yang menyebalkan. Awal kenal,
pasti kamu sebal dan bikin marah. Makin kenal, saya makin tahu sis baiknya.
Bahkan beberapa kali dia membantu saya saat kesulitan. Nah itulah Jakarta.
Stockholm Syndrome
kata orang. Kamu akan simpati bahkan jatuh cinta kepada orang yang menawanmu
dalam tahanan. Kamu tidak sadar apa yang terjadi. Tahu-tahu, kamu akan
bersahabat dan tidak ada keinginan untuk meninggalkannya. Saya mulai mengenal
orang-orang baik, tempat-tempat menyenangkan, sejarah yang mengasyikkan, atau
kesempatan yang sebelumnya tidak ada. Saya
teringat dengan jelas ketika Irwan Ahmett mengucapkan kalimat ini di TEDx
Jakarta, “Sulit hidup di Jakarta, tapi jauh lebih sulit untuk dapat
meninggalkannya.”
Wualaa... Saya akhirnya di sini. Apakah Jakarta
ini menjadi tempat persinggahan sebelum melanjutkan ke kota lain? Saya belum
tahu. Namun selama hidup di Jakarta, saya setidaknya mencoba untuk tetap
bermain di dalam segala keterbatasan yang ada. Saya mencoba untuk menjadikan
Jakarta tempat yang menyenangkan untuk ditinggali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar